Kamis, 12 Januari 2012

HAK ASASI MANUSIA DAN PELANGGARANNYA



Bab I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
       Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

2.    Identifikasi Masalah
1.      Hubungan HAM dan Ilmu Hukum
2.      Pelanggaran HAM

3. Tujuan
       Makalah ini dibuat bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca, bahwa setiap manusia memiliki hak asasi yang harus kita hormati dan tidak boleh kita merenggut hak asasi tersebut. Tujuan lain pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan tugas Mata Kuliah PPKN.
Bab II
PEMBAHASAN


1.HUBUNGAN HAM DAN ILMU HUKUM       
       Keberadaan HAM mendahului hukum, artinya, Hak Asasi Manusia yang melekat pada setiap manusia, lewat seperangkat aturan hukum yang ada, memformalkan hak asasi manusia ke dalam seperangkat aturan hukum yang ada. Dari posisi tersebut, hukum menjadi konditio sine qua non dalam penegakan HAM. Lengkapnya instrumen hukum tentang HAM menjadi salah satu sumber hakham, menunggu keberanian/langkah politik pemimpin dunia dan pemimpin negara untuk menegakkannya.
       Memperhatikan perkembangan tersebut, berarti hukum Hak Asasi Manusia sudah menjadi satu disiplin yang bulat, terbuka yang perlu pengkajian terus menerus. Hakham, baca: hak-ham/ human right law merupakan akronim yang penulis usulkan untuk menyebut “hukum hak asasi manusia”. Sebagai satu disiplin hukum modern, maka hakham akan mengikuti sistem hukum yang modern pula.
       Hukum ( rechts, bahasa jerman kuno, menurut prajudi berarti “lurus” )disebut juga aturan, norma, kaidah sebagai kata benda mempunyai dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Pertama, berisi ide, cita-cita/etika. Harapan, ide tersebut banyak dibahas di dalam filsafat hukum dan teori hukum. Kedua, hukum sebagai alat untuk mencapai cita hukum. Ketika hukum “bertindak” dalam bentuk alat/instrumen saja dan dalam operasionalisasinya “lepas” atau melepaskan diri dengan cita hukum, berarti teori hukum yang digunakan sebagai dasar keputusan mengedepankan kekuasaan. Watak hukumnya menjadi represif yang memihak kepada penguasa status quo.
      Kalau pada dekade 50-an/60-an, HAM merupakan bagian dari materi hukum tata negara. Dewasa ini, HAM dengan seluruh subtansinya, sarana/prasarana dan organisasi/struktur yang sudah ada menjadi mandiri dan menjadi bagian dari disiplin ilmu hukum. Sebagai disiplin yang baru dan mandiri, sosialisasi hakham memerlukan kerja sama antara semua kekuatan politik, pejabat, aparat, dan seluruh anggota masyarakat , sehingga HAM menjadi bagian dari budaya bangsa dan orang per orang.
       Karena itu, pada tataran aplikasi, kerja sama dan kesungguhan antar pejabat dan antar pakar dari seluruh disiplin menjadi penting. Namun, langkah tersebut kurang, malah tidak dapat efektif tanpa political will/courageous will dari penguasa/pemerintah.
       Peran penguasa/pemerintah menjadi mutlak karena hukum adalah sesuatu/norma yang diam dan lemah. Hukum hanya dapat bergerak dan hanya dapat digerakkan oleh penguasa/orang yang mempunyai tangan kuat/the strong arms. Di tangan-tangan kuat sajalah hukum dapat berjalan dan efektif.
       Dalam bentuk kejelasan/ketegasan pemerintah di dalam menegakkan HAM, menyebarluaskan ke dalam dunia pendidikan menjadi pedoman aparat/pejabat, para profesional dan juga diketahui anggota masyarakat luas/grass root, antara lain kalangan buruh dan tani menjadi mutlak.
       Karena itulah, penegakan hakham selalu berhadapan dengan beragam kondisi yang ada. Terkait dengan perkembangan pemikiran manusia, kemajuan teknologi serta perubahan peta politik internasional, hakham akan berkembang terus, tidak saja berkembang terus subtansinya/ruang lingkupnya, tetapi juga dalam arti materi serta formal/acaranya. Makanya menjadi selalu aktual untuk dikaji, sehingga pelaksanaan hakham dalam makna kontekstual, harus di tangani dengan penuh kesadaraan dan kearifan.
       Hakham sebagai hukum dalam arti modern bersifat dinamis. Konsep, ide, citanya yang dikembangkan para pemikir semakin berkembang/majemuk dan menjadi alat yang tepat untuk menegakkan HAM. Hukum modern merupakan fenomena sosial-kultural universal duniawi, dan aspek-aspeknya begitu banyak serta berkait hampir semua segi kehidupan manusia dan masyarakat atau bangsa” ( Prajudi Atmosudirjo, 4:2002).
       Salah satu aspek hukum yang penting-kata Prajudi-adalah bisnis dalam arti luas. Artinya setiap warga dalam masyarakat modern harus mempunyai penghasilan, alias mandiri. Kemandirian memungkinkan bangsa hingga pribadi mempunyai nilai tawar seimbang, malah tinggi. Hakikatnya pemerintah juga bisnis, berarti negara/pemerintah harus mempunyai pendapatan cukup, sehingga pemerintah mampu mencukupi kepentingan/kebutuhan warga masyarakat.
       Dari sisi ini, sebagaimana diketahui bersama, dunia bisnis sudah mengglobal, yang berarti landasan cita-cita bisnis global dalam rangka memenuhi kepentingan dan kebahagiaan umat manusia tanpa ada perbedaan segera terwujud. Dalam konteks hukum bisnis internasional, ide menyejahterakan manusia sama dengan cita-cita hukum pada umumnya dan hakham pada khususnya.
       Pendekatan ekonomi merupakan salah satu sektor penting, di samping sipil, politik, budaya, dan seterusnya, dalam semua strata masyarakat, termasuk hak anak dan perempuan. Karenanya, kata Shirin Ebadi, penerima hadiah Nobel perdamaian tahun 2003 asal Iran: “. . . berjuang bagi hak asasi masyarakat yang mandasar dan tidak ada masyarakat yang pantas diberi predikat beradab, kecuali menghormati hak-hak perempuan dan anak-anak” (Kompas, 15 Oktober 2003).
       Masyarakat modern (modern, pertama berasal dari kata methode/cara berpikir, orang modern berpkir rasional, sadar masa depanya, disiplin dan menghargai waktu; kedua, berasal dari kata mode/penampilan). Dengan demikian, masyarakat modern  adalah masyarakat yang sudah “jadi”, dimana telah tercipta diferensiasi dan masing-masing warga masyarakat tahu posisi, tugas, kewajiban, dan hak-haknya, dalam diferensiasi dan tidak ada diskriminasi. Karenanya menempatkan perempuan minoritas pada pada posisi kedua akan sangat bertentangan dengan HAM. Walau harus diakui masyarakat modern menciptakan juga beragam masalah.
       Disana banyak persaingan, konflik, pertentangan serta beragam masalah-masalah sosial lain yang susul-menyusul berdatangan. Ada sebagian anggota masyarakat yang “kalah” akibat kultur maupun struktur yang ada. Disinilah kearifan dan keteladanan selalu diperlukan dalam setiap waktu dan tempat/masyarakat.
       Begitu bervariasinya “wajah” masyarakat modern, ditambah perbedaan sudut pandang filsafat dan teori hukum yang dianut, menuntut hukum harus bekerja ekstra keras, sampai-sampai sulit menemukan definisi hukum yang dapat diterima para ahli. Masing-masing pemikir mempunyai sudut pandang yang berbeda. Hal ini membawa kita masuk pada ajaran dogmatik hukum (rechtsleer). Pilihan/pendalaman dogmatik hukum ( membangun hukum positif secara benar ) diharapkan akan bertumpu kepada filsafat hukum dan teori hukum yang sesuai dengan politik hukum yang ditetapkan sebelumnya akan dapat terwujud.
       Membahas dan mengaitkan teori dan filsafat hukum dengan hukum positif bertujuan menjaga agar hukum didalam pelaksanaannya tetap memihak kepada keadilan, manfaat dan kepentingan umum dapat terwujud. Dalam praktik sering terjadi, akibat pengaruh status seseorang, kondisi ekonomi maupun faktor-faktor lainnya, sebagai tergambar didalam sosiologi hukum, keputusan hukum menjadi tidak adil dan benar. Karena itu, banyak para pemikir berpendapat antara teori hukum dan sosiologi hukum sulit bertemu.
       Keberadaan hukum modern hakikatnya telah melewati proses panjang tatanan/ hukum sebelumnya. Tatanan lama dengan segala aturan otentik yang sejak awal melekat pada masyarakat mempunyai kelebihan di samping kelemahan dalam dirinya kurang adanya koordinasi, mekanisme tata kerja yang jelas, dan seterusnya, kelebihannya-kata Satjipto Raharjo-pada keluwesan, kelenturan, lebih akomodatif dan rekonsiliatif, serta jauh dari kesan “kuat dan keras”(strong and violent).
       Sebaliknya, hukum modern identik dengan hukum negara menyiapkan tatanan baru yang jauh lebih canggih dan terukur dari pada tatanan dari komunitas otentik yang digantikan. Ia membangun struktur yang jelas dan tegas batas dari komunitas otentik yang digantikan. Ia membangun struktur yang jelas dan tegas batas serta fungsinya. Ada badan legislatif, pengadilan, polisi, penjara, dan birokrasi penegakan hukum. Semua serba terukur, maka selain hukum bisa dijalankan dengan terukur, juga lebih keras (violent). Lex dura sed tamen scripta (hukum itu keras, tetapi begitulah sifat hukum yang tertulis itu).
       Yang disebut hukum modern adalah mulai dengan dibuatnya peraturan oleh legislatif, disusul pembentukan polisi, pengadilan, jaksa, hakim, penjara, dan tiang gantungan. Itulah potret kerasnya hukum dan kekerasan yang dilahirkan oleh hukum modern (Satjipto Rahardjo, kompas 20 November 2003).
       Dengan demikian, merumuskan hukum didalam satu definisi yang mampu mencakup berbagai aspek dan sudut yang komprehensif menjadi sulit dan menjadi beragam. Definisi yang dikemukakan para sarjana yang ditemukan didalam banyak buku pengantar/dasar ilmu hukum membuktikan hal ini. Karenanya definisi-definisi yang ada menjadi definisi kerja/operasional.
       Memperhatikan silang pandangan yang ada, pasti dapat ditemukan benang merah yang disepakati, bagaimana hukum dengan sistem, beserta struktur/instrumen dan mekanisme yang ada mampu mengahantarkan anggota masyarakat tanpa ada diskriminasi menebar keadilan, persamaan, kepastian, ketenangan, perlindungan, ketentraman, kesejahteraan, dan juga manfaat.
       Untuk maksud tersebut, perumusannya dalam hukum positif menjadi tugas lembaga  legislatif, dijalankan oleh eksekutif dan ditafsirkan oleh lembaga yudisial, sehingga anggota masyarakat meras terlindungi. Perkembangan/kemajuan berpikir manusia akan berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan hukum itu sendiri. Dengan demikian, dimensi dan sasaran hukum akan tetap terbuka, sehingga pembangunan hukum berkembang terus. Ilmu hukum mempunyai  hakikat interdisipliner (Satjipto Rahardjo,1982:7), sehingga efektivitas dan dan berlakunya hukum tidak dapat dilepaskan dari disiplin ilmu lainnya, baik politik, ekonomi, pendidikan, keamanan, dan sebagainya.
       Sebagaimana disinggung didepan, ide, asas, pandangan, cita-cita itulah yang hendak di aplikasikan didalam masyarakat. Pandanga/ide  tersebut dibangun dan dikembangkan dalam filsafat hukum. Pandangan dan ide tersebut dirasionalkan lewat teori hukum/ilmu hukum. Karena itu, hubungan antara filsafat hukum, teori hukum dan hukum positif beserta berlakunya hukum dalam kehidupan bermasyarakat tidak dapat dipisahkan, sehingga hukum bukan sekedar alat yang steril.
       “Kalau kaidah atau norma dapat digambarkan sebagai aturan tingkah laku: sesuatu yang seharusnnya dilakukan oleh manusia dalam keadaan tertentu. Ada pula yang menyebutkan bahwa kaidah sebagai petunjuk hidup yang mengikat” (Achamd Ali 2002: 38). Sedangkan teori hukum, menurut Rudbruch bertugas melakukan “the classification of legal values and postulates up to their philosophical foundantion” (1982:8).
       Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat surgawi dan manusiawi, pengetahuan tentang yang benar dan yang tidak benar (Ulpian, 1982:8)”. Disini ada hubungan antara benar-salah, juga dapat dikembangkan antara adil, tidak adil, pasti, relatif, dan seterusnya. Karena itu, menurut penulis, ilmu hukum berisi gagasan, keinginan, petunjuk dan pedoman bersama sekaligus sebagai alat dalam menata kehidupan bernegara/bermasyarakat yang mampu menjamin terwujudnya keadilan sosial (social justice) dengan sistem, mekanisme dengan operasional yang jelas, lewat proses terbuka, sistematis, demokratis, serta dituangkan dalam hukum positif.
       Keadilan bagian utama dari cita hukum, bahkan merupakan hak asasi hukum, hukum tanpa cita hukum menjadi alat yang berbahaya. Keadilan merupakan masalah abadi yang direnungkan para pemikir sejak zaman Yunani. Bicara keadilan tidak dapat meninggalkan Ariestoteles. Dalam karya Retorika, Ariestoteles membedakan keadilan distributif dan masyarakat membagi dan menebar keadilan kepada orang-orang, sesuai dengan kedudukannya. Sedangkan keadilan komutatif/korelatif, keadilan tidak membedakan posisi atau kedudukan orang per orang untuk mendapat perlakuan hukum sama.
       Hak mengandung unsur perlindungan, kepentingan dan juga kehendak, demikian kata paton (Satjipto Rahardjo, 1982: 95). Dalam hukum, antara lain hak selalu dikaitkan dengan orang dan tertuju kepada orang. Dengan demikian, sebagai mana diketahui, orang dan badan hukum merupakan subjek hukum. Sebagai subjek hukum, orang dan badan hukum memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab, yang terakhir merupakan penekanan penulis, karena hukum memerlukan adanya rasa tanggung jawab.
         Hak itu sendiri selalu ada kolerasi dengan kewajiban sebagai refleksi keseimbangan dalam hidup bermasyarakat. Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan tanggung jawab itulah yang mampu mewujudkan keseimbangan. “Perpaduan” antara keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice) terwujud. Keadilan masyarakat digali lewat berbagai perbandingan hukum dan keputusan hukum (keputusan pengadilan, justru pengadilan merupakan interpreter formal dari setiap peraturan perundangan) yang ada dan terjadi dalam masyarakat. Dari perbandingan tersebut akan ditemukan hakikat dan nilai-nilai keadilan secara materiil, sedangkan keadilan moral digali kembali dari teori hukum yang ada atau mengembangkan pengertian –pengertian hukum itu sendiri (antara lain makna sumber hukum, tujuan, dan fungsi hukum, dan sebagainya).
       Karena itu, hak asasi manusia dan upaya penegakannya lewat dan bersama hukum tidak dapat dipisahkan. Berpikir dalam lingkup hukum, berpikir seputar adil dan tidak adil, bagaimana ide keadilan/ketertiban dan kebenaran dapat terwujud. Untuk mempercepat tujuan tersebut , hakham menjadi salah satu instrumen/alatnya. Dengan demikian, pembentukan negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asai manusia atau tujuan hukum, kata L/J.Van Apeldoorn mengatur pergaulan hidup secara damai.
       Perjuangan penegakan hak asasi manusia di daratan Eropa, puncaknya lewat Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia dan Penduduk Negara (Declaration des Drotis l’Hommes et du Citoyen) 1789 di Perancis. Dalam deklarasi tersebut ditegaskan sebagai berikut.
Pasal 1
Semua manusia itu lahir dan tetap bebas dan sama dalam hukum. Perbedaan sosial    hanya didasarkan pada kegunaan umum.
Pasal 2
Tujuan negara melindungi hak-hak alami dan tidak dapat dicabut atau dirampas. Hak-hak alami meliputi hak kebebasan, hak milik, hak keamanan dan hak perlindungan (bebas penindasan)
       Ketika itu, raja John Lockland (John tanpa negara) dengan para bangsawannya dopaksa untuk mengakui hak-hak rakyat, walaupun lebih bermakna kompromi politik/kompromi pembagian kekuasaan. Sebagaimana diketahui, pada tahun 1215 dalam Piagam Besar (Magna Charta), John Lockland telah mengakui hak-hak secara turun-temurun:
-          Hak kemerdekaan (kebebasan) tidak boleh dirampas tanpa keputusan pengadilan,
-          Pemungutan pajak harus dengan persetujuan dewan permusyawaratan.
       Dalam perjalanan sejarah inggris, pengakuan Magna Charta masih sering dilanggar sehingga pada tahun 1679, parlemen Inggris mengeluarkan peraturan  Habeas Corpus Act (peraturan tentang Hak diperiksa di muka hakim). Dalam Habeas Corpus Act tersebut dijelaskan, setiap orang hanya boleh ditahan atas dasar perintah hakim dengan mengemukakan dasar hukum penahanan tersebut. Orang yang ditahan harus segera didengar keterangannya.
       Sebagaimana diketahui, salah satu indikasi untuk disebut sebagai negara hukum, antara lain ditegakkannya hak asasi manusia, agar penegakkanya cepat tercapai. Menurut Hans kelsen, sebagaimana dikutip oleh Moh. Hatta: “negara hukum (Allgemeine Staatslehre) akan lahir, apabila sudah dekat sekali identieit der staatsornung mit der rechtsordnung, semakin dekat kita dalam pelaksanaan negara hukum yang sempurna.
       Untuk menghayati HAM sekaligus membangun hakham, paradigma yang harus dihayati adalah sebagai berikut.
1.      Kesadaran makna Hak Asasi Manusia sebagai hak dasar yang suci dan melekat pada setiap manusia adalah pemberian Tuhan selamanya, ketika menggunakan haknya tidak boleh merugikan anggota masyarakat lainnya.
2.      Dalam memenuhi Hak Asasi Manusia, lebih dahulu mengedepankan kepuasan/kebutuhan batin (spiritual need) dan kebutuhan lahir (biological need) setiap warga masyarakat.
3.      Domain Hak Asasi Manusia berkembang terus seirama/sesuai dengan kebutuhan/ tuntutan nurani, perkembangan pemikiran,budaya, dan cita-cita manusia.
4.      Manusia tanpa Hak Asasi Manusia berubah menjadi “robot” hidup, kehilangan martabat dan sifat kemanusiannya.
5.      Kesadaran bahwa Hak Asasi Manusia tersebut adalah kunci, menuntut setiap manusia pada tataran aplikasi dibarengi dengan kesadaran akan kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi, sehingga tiga elemen berjalan beriringan. Pencabutan HAM hanya diizinkan atas perintah hukum/undang-undang yang jelas/tegas.
6.      Negara/Pemerintah dengan seluruh pejabat/aparat yang ada menjadi pihak utama dan pertama pelindung hak asasi manusia. Hal ini merupakan konsekuensi logis atas kesediaannya mengemban tugas sebagai pejabat/aparat dengan seluruh fasilitas yang tersedia, sehingga salah satu tugas utamanya melindungi/menghormati hak asasi manusia dan mencegah pelanggaran HAM.
       Deklarasi Hak Asasi Manusia yang disepakati 10 Desember 1948 sudah berusia 56 tahun, lewat perjuangan panjang terbukti sampai sekarang masih banyak cita-cita yang belum dapat diselesaikan/disepakati. Dari perjalanan panjang tersebut, Karel Vasak pada tahun enam puluhan pernah mengusulkan, selain disusun satu Deklarasi Hak Asasi Manusia, perlu disusun pula beberapa kovenan,traktat, konvensi, dan lain-lain, sudah banyak disusun, baik pada tingkat intenasional, regional, dan lain-lain, maupun konvensi yang disusun oleh lembaga internasional, walau sebagian belum efektif.
       Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 dengan Deklarasi Lingkungan Hidup 1972 terdapat beberapa titik singgung, antara lain sebagai berikut.
1.      Alinea V Preambule Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948, antara lain menjelaskan adanya hak asasi manusia semata-mata demi kemajuan sosial, terciptanya standar hidup yang lebih baik; sedangkan dalam pernyataan I Deklarasi Lingkungan Hidup, antara lain dikatakan, lingkungan merupakan sarana mutlak untuk menikmati hak asasi dan kehidupannya sendiri. Karena itu, rusaknya lingkungan akan menjauhkan standar hidup yang lebih baik.
2.      Hak menikmati miliknya, sebagaimana tertuang didalam Pasal 17 Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948, terkait pula dengan Pasal 21 Deklarasi Lingkungan Hidup 1972 yang menekankan keselamatan lingkungan hidup. Dengan demikian, baik negara maupun individu yang memanfaatkan lingungannya, harus memperhatikan keselamatan lingkungan dalam arti makro.
3.      Pengembangan hak-hak ekonomi, sosial, dan kultural merupakan bagian dari hak asasi manusia. Pengembangan tersebut harus terlaksana dalam satu lingkungan yang baik, sehat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 Deklarasi Lingkungan Hidup 1972.
4.      Jaminan hidup yang layak dan seimbang sesuai dengan tuntutan atau hak manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 Deklarasi Lingkungan Hidup 1972 menegaskan bahwa kesehatan manusia hanya terjamin dalam satu lingkungan yang bebas polusi, bebas zat-zat lain yang mengganggu manusia (A. Mashyur Effendi, 1986: 57-58)   


2.PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

       Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.


       Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.[1]

       II. Fakta (Realita yang Ada Tentang HAM di Indonesia)
Jika melihat hakikat HAM yang sebenarnya, tentu akan sangatlah indah dibayangkan apabila HAM yang terjadi di Indonesia benar-benar seperti itu. Akan tetapi realitas yang ada tidak seperti itu, bahkan bertolak belakang. HAM yang katanya sangat dilindungi dan dihormati di injak-injak begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pelanggaran HAM sering terjadi pada semua aspek kehidupan, sebut saja salah satu contoh kekerasan terhadap perempuan. Hal ini bukanlah satu hal yang asing dikalangan rakyat Indonesia.
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr. Meutia Hatta Swasono, seperti yang dikutip dari http// : www.kapan lagi. com, mengatakan bahwa kekerasa terhadap perempuan masih terus berlangsung dalam bentuk yang bervariasi bahkan menimbulkan dampak yang cukup kompleks. “Yang merasakan kekerasan itu bukan hanya isteri atau perempuan yang terluka, tetapi juga anak-anak yang hidup dan menyaksikan kekerasan dilingkungannya”. Ia juga menambahkan, anak dimungkinkan meniru terhadap apa yang mereka lihat, sehingga menganggapnya bahkan menyesuaikan perbedaan. Karena itu, kekerasan terhadap perempuan baik yang bersifat publik maupun domestik harus secepatnya dicegah.
Selain pelenggaran HAM yang berupa kekerasan terhadap perempuan ada juga pelanggaran HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan politik di Indonesia dan beberapa sebab yang lain yang sebenarnya sudah sangat melampui batas.
Berikut ini akan ditampilkan beberapa contoh pelanggaran HAM di Indonesia selama Orde Baru sepanjang tahun 1990-1998, seperti yang dikutip dari http//:www.sekitarkita.com, adalah sebagai berikut :
1991 :
1. Pembantaian dipemakaman santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda. Pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya 200 orang meninggal
1992 :
1. Keluar Kepres tentang Monopoli perdagangan oleh perusahaan Tommy Suharto
2. Penangkapan Xanana Gusmao

1993 :
1. Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993.
1996 :
1. Kerusuhan anti Kristen di Tasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan kerusuhan Tasikmalaya. (26     Desember 1996)
2. Kasus tanah Balongan
3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Mucura Enim mengenai pencemaran lingkungan
4. Sengketa tanah Manis Mata
5. Kasus Waduk Nipoh di Madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat. Ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka
6. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja di bakar
7. Kerusuhan Sambas Sangvaledo. (30 Desember 1996)

1997 :
1. Kasus tanah Kemayoran
2. Kasus pembantaian mereka yang di duga pelaku dukun santet di Ja-Tim

1998 :
1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus. Aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan di perkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13-15 Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di Jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demontrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13-14 November 1998 dan dikenal dengan Tragedi Semanggi,
2011
1.Kasus pembantaian warga  oleh pamswakarsa dari sebuah perusahaan yang ada di Mesuji,Lampung
2. Pembubaran aksi unjuk rasa oleh Polisi yang menewaskan beberapa orang  di pelabuhan sape, Bima, Nusa Tenggara Timur.

Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil pelanggaran HAM yang ada di Indonesia, masih banyak contoh-contoh lain yang tidak dapat semuanya ditulis disini.
       Dari fakta dan paparan contoh-contoh pelanggaran HAM di atas dapat diketahui hahwa HAM di Indonesia masih sangat memperihatinkan. HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling mendasarpun hanya menjadi sebuah wacana dalam suatu teks dan implementasinya pun (pengamalannya) tidak ada. banyak HAM yang secara terang-terangan dilanggar seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang legal.
Sangat minimnya penegakan HAM di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Telah terjadi krisis moral di Indonesia
2. Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang
3. Kurang adanya penegakan hukum yang benar.
Dan masih banyak sebab-sebab yang lain.

Bab III
PENUTUP
      

1.    Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.


2.    Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.



Daftar Pustaka

Prof. A. Masyhur Effendi, S.H., M.S. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia & Proses Dinamika Penyusunan Hak Asasi Manusia (HAKHAM), GHALIA INDONESIA: 2005
Google.com, 8 Januari 2012

11 komentar:

  1. kurang jelas masbro...
    hla hak asasiku endi ???

    BalasHapus
  2. ra mungkin copast brow... emang mereka-mereka,,

    BalasHapus
  3. tenan ya den, sog nak kon persentasi kui iso????

    BalasHapus
  4. ,,,apik nug den,,rapi

    sayange ndadak plagiat,,
    hahahahaha

    ASAM URATTTTTTTTTTTTT
    nggon q jo lali di coment

    capz cuz cyinttttt

    BalasHapus
  5. ora mungkin copast brow,,, yen makalahku copast,,, APA KATA SULEE,,,,,!!!!

    BalasHapus
  6. den pernah gak melakukan pelanggaran ham?

    BalasHapus
  7. makalahmu mesti plagiat den hahahahahah......
    deni dadi korban pelanggaran ham mosok msh dibawah umur disuruh bekerja krs hahahahaha....

    BalasHapus
  8. plagiaaaaat........
    hahahaha...........

    BalasHapus
  9. siap pakbro ...thanks lga for comentnya ....Tetap Semangat dan Yang pentiing Heppy

    BalasHapus